Sistem ekonomi berbasis Syariah, belakangan ini makin populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi juga negara-negara barat. Ditandai dengan makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syari'ah, bukan tidak mungkin suatu saat seluruh aspek perekonomian akan berbasiskan syariah. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam perekonomian bisa diterima di berbagai kalangan, karena sifatnya yang universal dan tidak eksklusif. Nilai-nilai itu misalnya keadilan dan perlakuan yang sama dalam meraih kesempatan berusaha.
Konsep ekonomi yang Islami sebenarnya sudah ada sejak lama, bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW yang menerapkan etika dalam berdagang. Perkembangan sistem ekonomi Islami ini terhenti seiring dengan makin menguatnya kelompok sosialis dan kapitalis di Eropa. Namun seiring perjalanan waktu dan runtuhnya komunis, pemikiran untuk menerapkan sistem perekonomian yang Islami muncul kembali sebagai konsep alternatif. Dan terbukti, konsep ekonomi Islam yang mengedepankan kejujuran dan keadilan ini bisa diterima, dan kini sedang mengalami perkembangan yang pesat.
Di Indonesia konsep ekonomi syariah mulai dikenal ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, pada tahun 1991. Namun pada saat itu, kehadiran bank berbasis syariah ini belum mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat. Baru beberapa tahun belakangan ini, apalagi setelah MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank, bank berbasis Syariah mulai bermunculan, diikuti dengan munculnya lembaga keuangan berbasis syariah lainnya, seperti asuransi syariah yang memang belum menjamur seperti bank syariah.
Meski sudah mengalami perkembangan yang cukup baik, namun kalangan pelaku ekonomi syariah merasa konsep ini belum mendapat dukungan penuh pemerintah. Perekonomian Syariah, masih dianggap sebelah mata sebagai salah satu sistem perekonomian yang seharusnya bisa menjadi salah satu alternatif untuk keluar dari krisis ekonomi yang masih melilit bangsa ini. Lantas bagaimana prospek ekonomi syariah di Indonesia di masa depan?
Harus Ada Wakil Ekonomi Syariah di Dewan Ekonomi Nasional
Bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa haram terhadap bungan bank, MUI mengkampanyekan gerakan ekonomi syariah tahun 2003 lalu. Namun gerakan ini ternyata kurang berhasil, sehingga sosialisasi ekonomi syariah ke masyarakat hasilnya juga tidak maksimal. Salah satu penyebabnya, karena pemerintahan pada waktu itu kurang mengakomodasi gerakan itu.
Namun untuk tahun ini, dengan munculnya kepemimpinan baru, ada seberkas harapan dari para pelaku ekonomi syariah khususnya bank-bank syariah untuk kembali mengedepankan sosialisiasi ekonomi syariah yang lebih luas kepada masyarakat. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) menilai pemerintah sudah saatnya mengakomodasi praktek keuangan Islami yang kini mulai marak di Indonesia. Untuk itu, mereka meminta agar ada perwakilan dari ekonomi syariah dalam struktur Dewan Ekonomi Nasional yang akan dibentuk pemerintah baru nanti.
Ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung pada eramuslim mengatakan, dengan adanya wakil ekonomi Syariah di Dewan Ekonomi Nasional (DEN) nantinya, sosialisasi tentang ekonomi Syariah baik di kalangan masyarakat maupun di birokrasi pemerintahan akan lebih intensif dilakukan, sehingga pemahaman masyarakat tentang ekonomi syariah lebih baik.
"Jangankan masyarakat awam, para ulamanya saja masih banyak koq yang belum memahami konsep ekonomi syariah," ujar Wahyu. Jadi jangan heran, meski Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, masyarakatnya masih enggan untuk menjadi nasabah bank syariah. "Kalau dibandingkan dengan bank konvensional, portofolio masyarakat untuk bank syariah masih 1 persen," tambah Wahyu.
Namun dengan pertumbuhan bank syariah yang rata-rata di atas 70 persen, Wahyu optimis ada peluang besar bagi bank syariah untuk lebih banyak menarik minat masyarakat. Selama ini yang kurang mengemuka di masyarakat tentang konsep syariah adalah bahwa konsep ekonomi syariah sangat menjunjung tinggi tranparansi, kejujuran dan keadilan dalam melakukan dan membuka kesempatan berusaha bagi masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya tahu konsep Syariah sebatas pada diharamkannya bunga bank.
"Keluarnya Undang-Undang Perbankan No.10/1998 mengindikasikan bahwa pemerintah mengakui kelemahan yang ada dalam sistem ekonomi kapitalis. Makanya, pemerintah berusaha mencari solusi untuk mengatasi itu. Cuma sayangnya, solusi itu tidak dibarengi dengan upaya-upaya lanjutan untuk mendorong perkembangan lembaga keuangan syariah dan tatanan-tatanan ekonomi yang Islami," kata Rizqullah.
Lebih lanjut, ketua Asbisindo, Wahyu Dwi Agung mengatakan, adanya wakil ekonomi Syariah di DEN, diharapkan juga bisa mendorong penerapan konsep syariah dalam semua bentuk aktifitas perekonomian, bukan hanya perbankan, tapi juga perdagangan atau penerbitan obligasi yang sampai saat ini masih memakai sistem bunga.
"Intinya kalau sudah ada dukungan penuh dari pemerintah, dengan penerapan konsep syariah ini nantinya akan ada keberpihakan yang lebih besar pada masyarakat. Membangun ekonomi rakyat itu kan membangun ekonomi lokal. Nah, bank-bank lokal ini kita harapkan juga ada syariahnya. Kemudian pemerintah kalau membuat order atau kontrak, bisa saja mewajibkan 30 persen pembiayaannya dari lembaga keuangan syariah," papar Wahyu.
Konsep Ekonomi Syariah di Indonesia Sebuah Keharusan
"Sebagai negara yang mayoritas penduduknya umat Islam, sistem ekonomi syariah harus dilaksanakan sebagai sistem ekonomi yang universal, yang mengedepankan transparansi, keadilan dan good governance dalam pengelolaan usaha dan asset-asset negara. Di mana praktik ekonomi yang dijalankan berpihak pada rakyat kebanyakan dan berpihak pada kebenaran," tegas Wahyu.
Konsep syariah yang diterapkan di bank-bank sudah membuktikan, bagaimana penyaluran pembiayaan di bank syariah selalu berpihak pada sektor riil, dengan angka finance to deposit ratio yang relatif tinggi. Kehadiran bank syariah terbukti bisa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya sektor riil, usaha kecil dan menengah yang selama ini menjadi primadona dan tulang punggung di masa krisis.
Berdasarkan data Asbisindo, total aset bank syariah saat ini sekitar Rp 12,7 triliun dengan penghimpunan dana pihak ketiga Rp 9,7 triliun dan penyaluran pada pembiayaan Rp 9,9 triliun. Dari angka tersebut, menunjukkan financing to deposit ratio (FDR, rasio pembiayaan dan dana pihak ketiga) perbankan syariah rata-rata di atas 100 persen. Dari sisi jaringan, saat ini terdapat tiga bank umum syariah dan 12 unit usaha syariah dengan jumlah kantor cabang 131, 35 kantor cabang pembantu dan 119 kantor kas. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah BPRS yang berjumlah 86.
Perbankan syariah hanya salah satu dari sistem perekonomian Islam. Kalau konsep ekonomi syariah ini akan diterapkan, juga harus diperhatikan peranan lembaga keuangan Islami lainnya seperti peranan zakat, serta peranan lembaga dan dunia usaha Islami yang menjalankan kegiatan usahanya dengan berlandaskan etika dan moral. Contohnya, tidak adamark-up, tidak ada laporan keuangan ganda dan sejenisnya.
Lembaga keuangan dan perbankan syariah juga tidak sekadar menjadi lembaga yang baik seperti yang dikenal sekarang ini, tapi juga harus bisa berperan sebagai penghubung antara pihak-pihak yang kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Sehingga intermediasi juga terwujud dalam sistem perekonomian Islam.
Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Rizqullah menyatakan, potensi ekonomi berbasis syariah di Indonesia cukup besar, tapi semuanya tergantung pada kesungguhan semua pihak yang terkait dan para stakeholders yang menentukan perkembangan ekonomi syariah.
"Dukungan yang paling mendesak untuk saat ini adalah dukungan politis, political will dari pemerintah bahwa mereka sungguh-sungguh mau mendorong perekonomian yang Islami. Ini harus dimanifestasikan dengan program-program ekonomi dan kebijakan ekonomi pemerintah saat ini. Negara Malaysia bisa, kenapa kita enggak bisa, padahal potensi kita lebih besar daripada Malaysia," tambah Rizqullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar