UU
ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh
globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah
mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang
terhadap telekomunikasi. Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak
terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1.
Telekomunikasi merupakan salah satu
infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat
tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah
berkembang pada TI.
3.
Perkembangan teknologi telekomunikasi di
tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah
ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam
hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU
tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara
spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU
tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan
teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari
batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer
yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal
tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita
sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan
berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan
peraturan dan norma yang ada.1.Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, misalnya, menegaskan bahwa “…pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang” (penjelasan Pasal 40).
Di luar UU Telekomunikasi, beberapa peraturan perundang-undangan yang juga mengatur tentang tindak penyadapan antara lain UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pada tingkat di bawah undang-undang, terdapat Permenkominfo No 11/PER/M.KOMINFO/020/2006. Atau pada lembaga penegak hukum tertentu seperti KPK memiliki standard operating procedure tentang teknis penyadapan.
Ragamnya peraturan perundang-undangan yang mengatur penyadapan sayangnya mengandung kelemahan. Satu aturan bertentangan atau tidak sejalan dengan aturan yang lain. UU Telekomunikasi yang dibentuk sebelum lahirnya KPK, misalnya, belum mengakomodir keberadaan lembaga pimpinan Tumpak Hatorangan Panggabean ini. Atau prosedur penyadapan yang diatur dalam UU Narkotika berbeda dengan prosedur yang selama ini digunakan KPK. Akibatnya, tindakan penyadapan oleh penegak hukum berjalan sporadis.
2. UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi mengancam pidana terhadap perbuatan :
1. memanipulasi akses ke jaringan telekomunikasi
2. menimbulkan gangguan fisik dan eletromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi
“semua tindak pidana dalam uu no.36 tahun 1999 dinyatakan sebagai tindakan kejahatan”
Didalam bab vii (ketentuan pidana)sama sekali tidak ada ketentuan tentang pertanggungjawaban terhadap korporasi padahal :“Penyelenggara Telekomunikasi” dapat berupa koperasi,BUMN, badan usaha swasta dan instansi pemerintah
KESIMPULAN :
* Adanya keterbatasan undang-undang yang dibuat sehingga hanya efektif sebagian karna kurang kuatnya hukum terhadap instansi pemerintah,korporasi dan sebagainya.
* Ragamnya peraturan perundangan di Indonesia dimana undang-undang yang satu saling bertentangan
* Menghadapi kondisi demikian seyogyanya ada keberanian dan inovasi dari penegak hukum untuk mengefektifkan peraturan yang ada dengan melakukan interpretasi atau kontruksi hukum yang bersumber pada teori atau ilmu hukum,pendapat ahli,jurisprudensi,atau bersumber dari ide-ide dasar yang secara konseptual dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar